Tuesday 19 August 2014

politik.rmol.co - Yunus Yosfiah: Ngapain Panglima TNI, Kapolri dan Kapolda Kumpul di Rumah Mega?

politik.rmol.co - Yunus Yosfiah: Ngapain Panglima TNI, Kapolri dan Kapolda Kumpul di Rumah Mega?Jakarta, Aktual.co — Dua jenderal pendukung pasangan Prabowo-Hatta,
Djoko Santoso dan Yunus Yosfiah mendesak Badan Intelejen Negara (BIN)
membongkar keterlibatan oknum aparat kepolisian dalam Pilpres 9 Juli
2014 lalu.



Hal itu sebagaimana terungkap dalam
kesaksian sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), yang
diungkapkan oleh saksi Prabowo-Hatta dari Papua, Novela kemarin.

Bahkan
setelah memberikan kesaksian Novela dan kawan-kawan mendapat ancaman
dari kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab. Karena itu, mereka
meminta perlindungan ke Djoko Santoso dan Junus Yosfiah, dan akhirnya
untuk sementara tinggal di rumah mantan KSAD tersebut.

“Novela
dkk mendapat ancaman dan ketakutan untuk pulang, sehingga sementara ini
meminta pengamanan dan saya silakan untuk tinggal di rumah,” tegas
Djoko Santoso pada diskusi ‘Kecurangan Pilpres 2014’ di Jakarta, Rabu
(13/8).

Hadir dalam diskusi tersebut antara
lain tim advokasi Prabowo-Hatta Razman Arif dan guru besar fakultas
hukum Universitas Hasanuddin Juajir Sumardi.

Selain
adanya keterlibatan aparat kepolisian kata Djoko, juga ada keterlibatan
asing dalam pilpres. Katanya, bukan masalah menang kalah, melainkan
kalau sampai asing terlibat berarti kadaulatan negara ini telah
terinjak-injak.

Menurut mantan KSAD itu, dalam
Pilkada sampai Pilpres sekarang ini juga mempertegas adanya kelompok
kapitalis yang mendominasi dan berkuasa atas pergantian kekuasaan dari
daerah sampai pusat.

“Itu namanya politik oligopoli, apakah lalu kita biarkan? Apalagi sampai melanggar konstitusi?” tanya Djoko lagi.

Ditambah
lagi lanjut Junus Yosfiah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melanggar
UU Pilpres No.42/2008 khususnya pasal 188, 255, dan 256 tentang
perhitungan cepat atau quick count (QC), yang dilarang diumumkam, malah
dua jam sebelum perhitungan KPU dimulai, banyak QC yang mengumumkan dan
langsung disambut kemenangan oleh pasangan Jokowi-JK. “Padahal,
pelanggaran pidana itu sanksinya 18 bulan penjara.

“Kapolri
juga pernah mengatakan di televisi, saat pengumuman Pilpres di KPU 22
Juli 2014 lalu, beliau mengatakan kalau sudah kalah, ya terimalah. Apa
maksud Kapolri menyatakan seperti itu? Belum lagi ada oknum Polri yang
bertemu dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati pada sore hari di bulan
puasa. Juga di Kalimantan Tengah yang melibatkan mantan Kapolda. Itu
semua harus diusut, karena sangat berbahaya bagi demokrasi,” ungkapnya.

“Jadi,
saya meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan BIN mengusut
semua keterlibatan oknum aparat tersebut karena selama 69 tahun merdeka,
ternyata masih banyak ancaman, intervensi asing, dan keterlibatan
aparat dalam politik,” pungkasnya.

Laporan: Adi Adrian

Wednesday 13 August 2014

SKETSA PRING- BAMBU PETUK



Aduh Malu Sekali... PKB Diusir, Diminta Keluar Dari Koalisi Jokowi


 Koordinator Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Boni Hargens menyatakan, agar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengikuti peraturan adanya larangan rangkap jabatan seorang menteri dengan jabatan pengurus Partai Politik.

"Jika PKB tidak mematuhi aturan tersebut sebaiknya mereka mundur dari koalisi. Sebab, dari awal koalisi pemerintahan Jokowi-JK (Jusuf Kalla) adalah koalisi tanpa syarat," jelas Boni saat ditemui wartawan di Jakarta, Selasa (12/8).

Pengamat Politik dari Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini juga menyebutkan, dengan keluarnya PKB dari koalisi tidak akan menganggu jalan pemerintahan Jokowi-JK. Karena, masih ada relawan-relawan yang merupakan kekuatan real (sesungguhnya) dari Jokowi.

"Sebab, meski (PKB) ada di parlemen namun tetap saja harus dapat dukungan rakyat," jelasnya.

Boni juga menyebutkan, adanya aturan larangan menteri tidak boleh rangkap jabatan di kepengurusan parpol demi kelancaran efektifitas kerja seseorang. "Jadi harus ditaati kalau enggak, ya keluar dari koalisi,"

jelasnya.

Sebelumnya, Wasekjen PKB Jazilul Fawaid menunjukan sikap ketidak sepakatan atas keinginan sejumlah pihak agar menteri melepas jabatannya di partai politik.

Pasalnya, hal itu sangat disayangkan karena  selama tak ada aturan yang melarang menteri rangkap jabatan di parpol.

"Kami memperjuangkan kader kami yang mampu memimpin, rakyat pun hanya ingin menteri yang menyelesaikan masalah dan kesejahteraan," ujar Jazil.

Jazil menegaskan, jabatan selevel menteri itu seperti leader, manajer, direktur sekaligus pelaksana sebuah organisasi. Semua watak tersebut berkumpul dalam sebuah pribadi pimpinan parpol dan kader parpol yang sudah terlatih dalam lingkungan birokrasi internal.

Kekhawatiran bahwa kader partai yang menjabat menteri tidak akan fokus mengurus rakyat juga ditepis oleh Jazil. Dengan jam terbang mengelola organisasi yang tinggi, sosok menteri dari kalangan parpol sudah terlatih membagi waktu secara profesional.

#‎lawankecurangan‬ ‪#‎rakyatbergerak‬ ‪#‎pilpresBELUMBERES , #PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT , #dukungboikotMETROtv­ , #syuradikaraende95fr­aternity , Website Resmi Kampanye #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia